-->

Ads 720 x 90

Nyadran, Persembahan Rasa Sayang Dan Kesetiaan (1)


Model_rumah_desa_Karangasem_sejak_jaman_dulu_dan_beberapa_yang_masih_tersisa_hingga_sekarang.jpg
Nyadran berasal dari bahasa Sansekerta, Sraddha yang artinya keyakinan. Secara sederhana Nyadran adalah kegiatan bersih makam yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat Jawa yang umumnya tinggal di pedesaan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak jaman Hindu-Budha sebelum masuknya ajaran Islam ke tanah Jawa. Dan sejak abad ke-15  para Sunan atau yang dikenal dengan sebutan Walisongo menggabungkan tradisi tersebut dalam dakwahnya untuk menyebarkan ajaran Islam supaya mudah diterima. Nyadran bisa dipahami sebagai sebuah simbolisasi hubungan antara seseorang dengan leluhur, dengan sesama dan hubungan dengan Tuhan. Bentuk kegiatannya adalah berupa acara massal membersihkan makam dan mendoakan para pendahulu supaya mendapatkan ampunan dan keselamatan dari Tuhan.
Nyadran biasanya dilaksanakan bertepatan dengan datangnya bulan Sya’ban dalam perhitungan kalender Hijriyah atau penanggalan Islam, yang jatuh sebelum datangnya bulan Ramadhan, atau dalam penanggalan Jawa disebut sasi Ruwah. Dan pada bulan ini merupakan bulan yang penuh kebaikan, sehingga Nyadran menjadi sebuah keyakinan untuk memohon doa kepada Tuhan supaya mendapatkan ampunan dan keselamatan bagi para leluhur dan anak cucu generasi penerusnya.
Pemandangan yang menarik dalam tradisi Nyadran ini adalah bentuk kebersamaan, gotong royong yang merefleksikan kerukunan serta kasih sayang dalam hubungan keluarga dan kemasyarakatan. Sebuah bentuk kegembiraan yang mungkin sederhana bagi kebanyakan masyarakat  di perkotaan, tapi merupakan kemewahan yang bahkan melebihi kemeriahan lebaran bagi masyarakat desa yang menjalaninya. Seperti kisah Nyadran Mulud, atau Nyadran yang dilaksanakan di bulan Mulud pada penanggalan Jawa oleh keluarga pasangan mbah Wiryo Redjo dengan mbah Poermi di dusun Karangasem berikut ini.
Kehidupan_berladang_masih_menjadi_kesibukan_sehari_hari_masyarakat_desa_Karangasem.jpg Kehidupan berladang masih menjadi kesibukan sehari-hari masyarakat desa Karangasem 
Dusun Karangasem terletak di kelurahan Kaligenthong kecamatan Ampel Boyolali, lokasinya di daerah ketinggian namun masih termasuk bagian terbawah dari lereng gunung Merbabu dan gunung Merapi. Daerah yang masih banyak terdapat lahan ladang rakyat ini bersuhu sejuk meski di siang hari sekalipun. Tanaman jagung dan pohon sengon banyak ditanam penduduk dusun ini, sebagian dari mereka sengaja menanam rumput gajah untuk pakan ternaknya. Mayoritas masyarakatnya adalah petani, tepatnya menggantungkan hidup dari berladang, dan sebagian kecil beternak sapi perah. Itupun jumlahnya sangat sedikit, dalam satu rumah hanya memiliki satu ekor sapi perah saja sudah bagus.
Model rumah asli penduduk dusun Karangasem ini rata-rata terbuat dari kayu jati tua yang kokoh dan tahan gempa. Dan rata-rata mempunyai dapur tradisional dengan ukuran yang cukup luas. Keunikan dari rumah tradisional masyarakat Jawa ini memang terletak pada model dapurnya yang menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu dan diatasnya terdapat palang kayu tempat untuk menggantungkan jagung hasil panen dari ladang. Selain perabot yang beberapa masih terbuat dari tembaga kuno, hal unik lain yang menjadi ciri khasnya adalah, terdapatnya amben (bale-bale dari bambu) yang besar beralaskan tikar. Karena suhu udara yang dingin terutama diwaktu malam, dapur ini sekaligus menjadi tempat favorit keluarga untuk berkumpul atau bahkan tidur di malam hari, karena hangatnya sisa bara dari tungku perapian dapur bisa melawan dinginnya hawa pegunungan.
Amben__balai_balai_bambu__tempat_yang_nyaman_di_dapur_rumah_penduduk_dusun_Karangasem.jpg   Amben (bale-bale bambu) tempat yang nyaman di dapur rumah penduduk dusun Karangasem 
Mbah Wiryo yang biasa juga dipanggil mbah Wiryo Soerat adalah warga asli dusun Karangasem, usianya sudah 84 tahun, menikah dengan mbah Poermi asal dusun Mriyan tetangga desa pada tahun 1960. Dari pasangan ini lahirlah tiga orang anak, yaitu anak pertama Slamet Widodo, anak kedua Suratmi dan anak terakhir Suratno. Ketiga anak mbah Wiryo ini tinggal berdekatan dalam satu dusun, yang pertama tinggal masih dalam pekarangan yang sama, sedangkan putra bungsunya tinggal satu rumah dengan mah Wiryo. Pada saat masih sehat dulu, mbah Wiryo adalah pedagang tembakau yang biasa berkeliling membeli hasil panen dari petani dan kemudian mengolahnya menjadi tembakau kering yang sudah dirajang.  Kini di usia lanjutnya mbah Wiryo sudah tidak sekuat masa jayanya, penurunan kesehatan secara fisik dan pendengaran membuat mbah Wiryo lebih banyak menghabiskan waktunya duduk di amben yang ada di dapur dan sesekali memberikan pakan rumput untuk sapi perah kesayangannya.
Mbah_Wiryo_Redjo_dengan_latar_belakang_gebyok_dinding_kayu_rumahnya_yang_berumur_ratusan_tahun.jpg Mbah Wiryo Redjo dengan latar belakang gebyok kayu rumahnya yang berumur ratusan tahun
Mbah_Wiryo_meski_usianya_sudah_84_tahun_dan_kesehatannya_mulai_menurun__masih_rajin_memberikan_pakan_sapi_kesayangannya.jpg Mbah Wiryo masih rajin memberikan pakan rumput untuk sapi kesayangannya 
Dalam satu tahun keluarga mbah Wiryo melaksanakan tradisi Nyadran sebanyak dua kali, saat bulan Mulud dan Ruwah. Dalam tradisi Nyadran di keluarga mbah Wiryo ini, yang paling aktif melakukan persiapan sebelum acara puncak tiba adalah mbah Poermi, dan kaum perempuan dalam keluarga mbah Wiryo. Nyadran bagi setiap keluarga di dusun ini adalah sebuah penghormatan bagi leluhur dan kegiatan silaturahmi antar warga yang saling berkunjung ke rumah-rumah layaknya tradisi lebaran atau bakdan dalam bahasa Jawa.
Yang wajib disiapkan untuk pelaksanaan Nyadran Mulud yang jatuh pada tanggal 12 sasi Mulud tahun 1945 perhitungan tahun Jawa ini adalah, ingkung. Yaitu ayam kampung jantan atau ayam jago yang direbus dengan bumbu rempah seperti kunyit, merica, ketumbar, lengkuas dan bawang putih serta bawang merah, kemudian ditambahkan air lalu dimasak selama satu jam hingga airnya mengering. Mbah Poermi sangat bersemangat menyiapkan semua keperluan Nyadran Mulud kali ini, hampir semua anggota keluarga terlibat sesuai dengan kemampuan masing-masing. Memasak di dapur yang masih tradisional dengan dua tungku berbahan bakar kayu adalah gaya khas perempuan dusun Karangasem, termasuk mbah Poermi ini. Persiapan sudah dilakukan dengan memasak menu-menu yang awet disimpan lama, seperti membuat srundeng dari bahan parutan kelapa sejak empat hari sebelum acara.
Pak_Darmo_adalah_penjagal_atau_tukang_potong_ayam_yang_akan_dimasak_ingkung.jpg   Pak Darmo, 'jagal ayam' yang siap membantu warga dusun menyiapkan ingkung
Pak_Darmo_membaca_doa_sebelum_memotong_ayam_dibantu_Ratno_putra_bungsu_mbah_Poermi.jpg   Pak Darmo membaca doa sebelum memotong ayam dibantu Ratno putra bungsu mbah Poermi 
Untuk menyiapkan ingkung, mbah Poermi dibantu oleh pak Darmo tetangga yang sudah seperti saudara bagi keluarga mbah Wiryo. Pak Darmo adalah warga pendatang pindahan dari dusun Musuk yang lahir 57 tahun yang lalu di daerah atas seputar puncak gunung Merbabu. Pak Darmo sudah 30 tahun tinggal di dusun ini, dan menempati rumah sederhana di dekat rumah mbah Wiryo. Satu hari menjelang Nyadran, masyarakat dusun Karangasem biasanya sudah mulai memotong ayam, dan pak Darmo menjadi ‘aktor’ utama dalam kegiatan ini.  Dalam satu hari menjelang acara, pak Darmo bisa memotong sampai dua puluh tujuh ekor ayam jago.
Acara_potong_ayam_menjadi_tontonsn_bagi_Ilham_dan_Rahayu_kerabat_dari_mbah_Poermi.jpg Acara potong ayam menjadi tontonan bagi anak-anak di rumah  mbah Poermi 
Menjelang pelaksanaan Nyadran, suasana dapur mbah Poermi selalu diliputi asap yang terus mengepul. Mulai memasak nasi buat asul-asul atau hantaran untuk kerabat yang tidak merayakan atau tidak bisa datang saat Nyadran, membuat tumpeng untuk selamatan malam sebelum acara, menggoreng pisang untuk suguhan tamu yang datang, dan masih banyak lagi makanan yang harus dimasak sendiri untuk menjamu tamu yang akan bersilaturahmi saat Nyadran tiba. Hingga malam menjelang pelaksanaan acara, dapur mbah Poermi tak berhenti mengepulkan asap putih dengan macam-macam aroma masakan yang menggoda. Tak tampak pula kelelahan dalam fisik perempuan yang sudah berusia 75 tahun tersebut, yang mbah Poermi rasakan hanyalah, hari itu adalah persiapan terbaik menyambut datangnya hari istimewa untuk mendoakan para leluhur, dan hari perayaan yang penuh dengan rasa kasih dan sayang antar kerabat, keluarga dan tetangga desa. Salam Kratonpedia. (bersambung)
Hari_minus_empat_mbah_Poermi_menyiapkan_srundeng_kelapa_untuk_Nyadran.jpg   Empat hari sebelumnya, mbah Poermi menyiapkan srundeng kelapa untuk Nyadran
Mbah_Poermi_memasak_ditemani_dua_anak_kucing_yang_selalu_berada_di_dekat_tunggku.jpg   Mbah Poermi memasak ditemani dua anak kucing yang selalu berada di dekat tungku
Dua_anak_kucing_yang_lucu_selalu_setia_menemani_mbah_Poermi_di_bangku_dapur_dekat_tungku.jpg   Dua anak kucing yang lucu selalu setia menemani mbah Poermi di bangku dapur dekat tungku
Saling_membantu_di_dapur_menjadi_kegiatan_umum_di_setiap_rumah_warga.jpg   Saling membantu di dapur menjadi kegiatan umum di setiap rumah warga dusun Karangasem
 Mengambil_air_mendidih_untuk_mencabuti_bulu_ayam_yang_baru_saja_dipotong_pak_Darmo.jpg   Mengambil air mendidih untuk mencabuti bulu ayam yang baru saja dipotong pak Darmo
2222222.jpg  Siap beraksi mencabuti bulu ayam meski airnya masih sangat panas
Sebelum_dimasak_ingkung__ayam_dibentuk_dengan_cara_diikat_supaya_tampilannya_nanti_menarik.jpg   Sebelum dimasak ingkung, ayam dibentuk dengan cara diikat supaya tampilannya menarik
Ingkung_dimasak_dalam_wajan_dan_ditutup_dengan_penutup_yang_terbuat_dari_jenis_tembaga_kuno.jpg Ingkung dimasak dalam wajan dan ditutup dengan penutup yang terbuat dari jenis tembaga kuno
Membakar_jagung_hasil_ladang_di_perapian_tungku_dapur_menjadi_hiburan_saat_santai.jpg   Membakar jagung hasil ladang sambil menunggu ingkung matang
Sejak_hari_Jumat_atau_empat_hari_sebelum_Nyadran__mbah_Poermi_sangat_sibuk_memasak_di_dapur.jpg   Sejak empat hari sebelum Nyadran, dapur mbah Poermi terus mengepulkan asap yang sedap   
(teks dan foto : Wd Asmara/Kratonpedia)
Semoga artikel Nyadran, Persembahan Rasa Sayang Dan Kesetiaan (1) bisa menambah wawasan bagi sobat mbudayajawa yang mampir kesini, kalau sobat mbudaya jawa mempunyai cerita tentang tradisi, kesenian, budaya yang terdapat di daerah sobat mbudayajawa bisa langsung di kirimkan ke mengenalbudayajawa@gmail.com

Jangan lupa klik tombol di bawah ini untuk share ke teman-teman dan bersama kita lestarikan budaya kita sendiri agar tidak hilang oleh jaman.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter