Kisah ini menceritakan tentang munculnya dua orang laki-laki bernama Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali yang mengacaukan ketentraman Kerajaan Hastina.
Kisah ini saya olah dari sumber rekaman wayang orang Sekar Budaya Nusantara, yang dipadukan dengan artikel pedhalangan di majalah Panjebar Semangat, dengan perubahan seperlunya.
Kediri, 09 Februari 2019
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, silakan klik di sini
------------------------------ ooo ------------------------------
Bambang Talirasa dan Dewi Lesmanawati. |
PRABU DURYUDANA MENDAPAT LAPORAN TENTANG MALING MASUK ISTANA
Di Kerajaan Hastina, Prabu Duryudana memimpin pertemuan dihadap Danghyang Druna dari Sokalima, Patih Sangkuni dari Plasajenar, Adipati Karna dari Awangga, dan Raden Kartawarma dari Tirtatinalang. Dalam pertemuan itu, Adipati Karna melaporkan tentang putranya, yaitu Raden Warsakusuma yang pulang ke Kadipaten Awangga karena ada masalah rumah tangga dengan Dewi Lesmanawati.
Beberapa waktu yang lalu Dewi Lesmanawati telah dinikahi Raden Warsakusuma. Namun, karena sifatnya yang manja dan tidak mau jauh dari orang tua, ia menolak tinggal di Kadipaten Awangga dan memilih tetap berada di Kerajaan Hastina seperti sediakala. Raden Warsakusuma pun mengikuti kehendak istri, turut serta tinggal di istana. Hingga akhirnya, kemarin malam Raden Warsakusuma pulang ke Kadipaten Awangga karena kalah berkelahi melawan kekasih baru Dewi Lesmanawati.
Adipati Karna pun datang ke Kerajaan Hastina untuk memastikan hal itu. Menurut laporan putranya, kekasih Dewi Lesmanawati seorang laki-laki yang memiliki kawan berwajah mirip pula. Mereka berdua menyusup ke dalam puri tanpa ada penjaga yang mengetahui. Ketika memergoki Dewi Lesmanawati sedang berkasih-kasihan dengan salah satu dari laki-laki tersebut, Raden Warsakusuma marah dan menyerang mereka. Namun, Raden Warsakusuma kalah sakti. Tubuhnya dilemparkan jauh sekali, hingga jatuh di perbatasan Kadipaten Awangga.
Prabu Duryudana terkejut mendengar laporan itu. Ia marah karena keamanan istana begitu kendor hingga bisa dimasuki penyusup. Patih Sangkuni pun memerintahkan Raden Kartawarma untuk memeriksa ke dalam puri. Raden Kartawarma segera berangkat. Tidak lama kemudian ia kembali dan melaporkan bahwa memang benar di dalam puri kediaman Dewi Lesmanawati ada dua laki-laki tampan. Raden Kartawarma berusaha menangkap mereka, namun ternyata mereka sangat tangguh sehingga dirinya terdesak mundur.
Prabu Duryudana semakin marah mendengarnya. Ia pun memerintahkan Patih Sangkuni bersama para Kurawa untuk menangkap kedua maling tersebut, hidup atau mati. Adipati Karna ikut serta, karena ini menyangkut rumah tangga putranya pula.
Setelah dirasa cukup, Prabu Duryudana pun membubarkan pertemuan dan masuk ke dalam kedaton dengan tergesa-gesa.
PARA KURAWA BEUSAHA MENANGKAP KEDUA PENYUSUP
Sementara itu, Dewi Lesmanawati di dalam puri kediamannya sedang bercengkrama dengan kekasih barunya, yang bernama Bambang Talirasa. Mereka saling berkasih-kasihan, bercumbu rayu, tertawa bahagia tanpa beban. Tidak lama kemudian muncul kawan Bambang Talirasa yang bernama Bambang Rasatali. Mereka berdua berwajah mirip tetapi memiliki sifat yang berbeda. Bambang Rasatali sama sekali tidak tertarik melihat kecantikan Dewi Lesmanawati. Ia justru mengingatkan Bambang Talirasa agar berhenti menggoda Dewi Lesmanawati dan mengembalikan perempuan itu kepada suaminya.
Bambang Talirasa menolak saran Bambang Rasatali, karena ia sudah terlanjur jatuh cinta kepada Dewi Lesmanawati. Bambang Rasatali pun mengingatkan bahwa hari ini mereka telah dipergoki oleh Raden Kartawarma. Tidak lama lagi pasti para Kurawa yang lainnya akan datang mengepung mereka berdua. Bambang Talirasa sama sekali tidak takut pada Kurawa. Baginya, lebih baik mati daripada berpisah dengan Dewi Lesmanawati.
Ucapan Bambang Rasatali terbukti. Para Kurawa dipimpin Patih Sangkuni dan Adipati Karna telah datang mengepung puri kediaman Dewi Lesmanawati dan memerintahkan Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali agar menyerahkan diri. Bambang Talirasa bertanya kepada Dewi Lesmanawati apakah rela dirinya ditangkap para Kurawa. Dewi Lesmanawati menangis dan memeluk kekasihnya itu erat-erat. Adipati Karna semakin geram melihat ulah menantunya itu. Namun, ia tidak berani menghukum Dewi Lesmanawati karena segan kepada Prabu Duryudana.
Patih Sangkuni merasa tidak ada gunanya mengulur waktu. Ia pun memerintahkan para Kurawa untuk maju menyerang Bambang Talirasa. Pertempuran terjadi. Seorang diri Bambang Talirasa dikeroyok para Kurawa. Melihat itu, Bambang Rasatali tidak tega berdiam diri. Ia pun maju membantu sahabatnya. Kali ini para Kurawa dapat dipukul mundur oleh mereka berdua.
Adipati Karna marah melihat kedua penyusup itu unggul. Ia pun membentangkan busur, bersiap melepaskan panah pusaka Kuntadruwasa. Bambang Rasatali merasakan hawa dahsyat pada panah pusaka tersebut. Ia pun mengajak Bambang Talirasa untuk segera pergi. Bambang Talirasa tidak mau pergi tanpa kekasihnya. Ia lantas menggendong tubuh Dewi Lesmanawati dan bergerak secepat kilat meninggalkan Kerajaan Hastina bersama Bambang Rasatali.
Adipati Karna heran melihat kedua musuhnya melarikan diri secepat kilat. Prabu Duryudana datang memeriksa keadaan. Patih Sangkuni malu mengakui kegagalannya menangkap penyusup. Ia pun berkata bahwa dahulu kala, Bambang Irawan dan Raden Antareja pernah menyusup ke dalam istana Kerajaan Hastina untuk menggoda Dewi Lesmanawati. Kini muncul lagi dua orang pria berwajah tampan. Patih Sangkuni yakin mereka juga anak-anak para Pandawa seperti peristiwa dulu.
Prabu Duryudana menyetujui laporan Patih Sangkuni. Ia pun memerintahkan agar Patih Sangkuni pergi ke Kerajaan Amarta untuk melaporkan hal ini kepada Prabu Puntadewa. Patih Sangkuni mematuhi dengan senang hati. Ia pun mohon pamit melaksanakan tugas dengan ditemani Arya Dursasana.
PATIH SANGKUNI MELEMPARKAN TUDUHAN KEPADA RADEN ARJUNA
Patih Sangkuni dan Arya Dursasana dalam perjalanan menuju Kerajaan Amarta bertemu Raden Arjuna dan para panakawan di dekat hutan. Setelah saling memberi salam, Patih Sangkuni menceritakan tentang adanya dua penyusup yang mengacau istana Kerajaan Hastina. Kedua penyusup itu berwajah tampan, berani memasuki puri kediaman Dewi Lesmanawati. Para Kurawa dan Adipati Karna telah mengepung kedua penyusup itu, namun mereka berhasil meloloskan diri dengan membawa serta Dewi Lesmanawati.
Patih Sangkuni mengingatkan bahwa dahulu pernah putra Raden Arjuna yang bernama Bambang Irawan menyusup ke dalam istana Kerajaan Hastina bersama Raden Antareja putra Arya Wrekodara. Berdasar miripnya kejadian, dan juga melihat paras kedua penyusup itu sangat tampan, maka Patih Sangkuni berani menduga bahwa mereka berdua adalah putra Raden Arjuna pula.
Raden Arjuna marah dituduh demikian. Ia pun berangkat mencari kedua penyusup tersebut untuk memberi mereka hukuman, karena telah membuat nama baiknya tercemar.
RADEN ARJUNA BERTARUNG MELAWAN BAMBANG TALIRASA
Sungguh kebetulan Raden Arjuna berhasil menemukan Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali di tengah jalan. Ia pun meminta kedua orang itu agar membebaskan Dewi Lesmanawati yang berdiri di belakang mereka. Bambang Talirasa berkata dirinya akan melepaskan Dewi Lesmanawati apabila Raden Arjuna bisa melangkahi mayatnya terlebih dulu.
Raden Arjuna marah dan menyerang Bambang Talirasa. Keduanya pun bertarung sengit. Bambang Talirasa bertarung dengan santai sambil mulutnya mengejek Raden Arjuna. Hal ini membuat Raden Arjuna semakin marah dan menyerang Bambang Talirasa dengan gencar. Bambang Talirasa terdesak dan ia pun mengerahkan Aji Gelap Ngampar. Tubuh Raden Arjuna pun terlempar jauh ke arah timur akibat ajian tersebut.
Bambang Talirasa tidak berhenti sampai di sini. Ia mendatangi keempat panakawan dan menyerang mereka dengan Aji Gelap Ngampar pula. Kyai Semar dan Bagong terlempar ke arah utara, sedangkan Nala Gareng dan Petruk terlempar ke arah selatan.
NALA GARENG DAN PETRUK MENEMUKAN PAKAIAN DEWA
Nala Gareng dan Petruk yang terlempar ke arah selatan jatuh di depan sebuah gua. Karena takut dikejar Bambang Talirasa, mereka pun masuk dan bersembunyi ke dalam gua tersebut. Tak disangka di dalam gua itu mereka menemukan sebuah kotak yang setelah dibuka ternyata isinya berupa jubah dan pakaian gemerlapan, lengkap dengan mahkota.
Nala Gareng mengambil pakaian jubah, sedangkan Petruk mengambil mahkota dan pakaian yang gemerlapan. Dengan menyamar seperti ini, mereka yakin tidak akan dikenali lagi oleh Bambang Talirasa. Maka, mereka pun berani keluar gua. Begitu sampai di luar, tiba-tiba dari angkasa meluncur turun Batara Brahma yang langsung menyembah hormat kepada mereka. Nala Gareng dan Petruk baru sadar, bahwa gara-gara mengenakan pakaian itu, wujud mereka kini berubah menjadi mirip Batara Narada dan Batara Guru, sampai-sampai Batara Brahma tidak dapat mengenali.
Batara Brahma mengatakan bahwa sudah beberapa waktu ini Kahyangan Jonggringsalaka kosong karena Batara Guru dan Batara Narada menghilang tanpa pamit. Sungguh beruntung Batara Brahma berhasil menemukan mereka dan keduanya pun dimohon untuk segera kembali ke kahyangan. Petruk dan Nala Gareng berusaha meniru kebiasaan Batara Guru dan Batara Narada. Mereka berlagak mengabulkan permohonan Batara Brahma, lalu bersama-sama kembali ke Kahyangan Jonggringsalaka.
RADEN ARJUNA DIAJAK PRABU KRESNA MENCARI JAGO
Sementara itu, Raden Arjuna yang terlempar ke arah timur jatuh di hadapan Prabu Kresna yang sedang dalam perjalanan hendak mengunjungi para Pandawa. Raden Arjuna menceritakan pengalamannya dikalahkan oleh seseorang bernama Bambang Talirasa yang memiliki kawan bernama Bambang Rasatali, dan mereka berdua telah menculik Dewi Lesmanawati pula. Raden Arjuna tidak terima atas kekalahannya ini, dan ia memohon bantuan kepada Prabu Kresna untuk melawan mereka.
Prabu Kresna menjawab, dirinya tidak ditakdirkan untuk mengalahkan Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali, maka tiada gunanya melawan mereka. Jika ingin mengalahkan kedua orang itu, maka harus mencari jago yang sepadan dengan mereka. Raden Arjuna tidak berani membantah karena yakin Prabu Kresna pasti memiliki rencana seperti biasanya.
Maka, berangkatlah Prabu Kresna dan Raden Arjuna mencari jago untuk menghadapi Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali. Di tengah jalan mereka bertemu dua orang laki-laki yang mengaku bernama Bambang Amongrasa dan Bambang Rasaamong. Prabu Kresna mendapat firasat bahwa kedua orang inilah yang mampu menjadi jago. Ia pun meminta bantuan mereka untuk menghadapi musuh bernama Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali.
Bambang Amograsa dan Bambang Rasaamong memang sedang menjalani tapa ngrame, dan mereka pun dengan senang hati mengabulkan permintaan Prabu Kresna. Maka, berangkatlah mereka bersama-sama mencari kedua musuh tersebut.
MEMBURU BAMBANG TALIRASA DAN BAMBANG RASATALI
Prabu Kresna, Raden Arjuna, dan kedua jago mereka akhirnya bertamu Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali. Bambang Amongrasa meminta kedua orang itu untuk membebaskan Dewi Lesmanawati. Bambang Talirasa menantang Bambang Amongrasa agar melangkahi mayatnya terlebih dulu. Kedua orang itu lalu berdebat mengenai arti nama mereka. Talirasa artinya “mengikat nafsu”, sedangkan Amongrasa artinya “mengasuh nafsu”. Bambang Talirasa mengejek, mana ada nafsu yang diasuh? Kalau nafsu diasuh jadinya malah manja dan berkobar-kobar. Bambang Amongrasa menyebut Bambang Talirasa salah paham. Yang namanya “mengasuh nafsu” bukan memanjakan, tetapi membimbingnya agar bisa dimanfaatkan menjadi semangat hidup. Nafsu itu bekal dari Yang Mahakuasa, hendaknya dijadikan semangat untuk berbuat kebaikan, bukannya dipadamkan. Justru yang kurang baik adalah “mengikat nafsu”. Karena yang namanya nafsu apabila makin diikat dan makin ditekan, justru kelak akan meledak-ledak.
Bambang Talirasa dan Bambang Amongrasa saling berdebat hingga akhirnya mereka terlibat baku hantam. Melihat itu, Bambang Rasatali ikut bertarung pula melawan Bambang Rasaamong. Setelah bertarung cukup lama, Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali merasa terdesak oleh kesaktian pihak lawan. Mereka pun kabur melarikan diri. Bambang Talirasa berkata bahwa sudah saatnya mereka kembali ke kahyangan. Ia dan Bambang Rasatali lalu memasuki sebuah gua, di mana mereka menyembunyikan sebuah peti di dalam sana. Namun, sungguh mengejutkan ternyata peti tersebut telah kosong tiada berisi lagi.
Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali merasa heran. Melihat Bambang Amongrasa dan Bambang Rasaamong sudah semakin dekat, mereka pun tidak mau membuang-buang waktu. Keduanya lalu melesat terbang menuju ke Kahyangang Jonggringsalaka.
MEMBONGKAR JATI DIRI BAMBANG TALIRASA DAN BAMBANG RASATALI
Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali telah sampai di Kahyangan Jonggringsalaka. Mereka heran melihat ada pesta meriah, di mana Batara Guru duduk bersantai di atas Balai Marcukunda sambil makan-minum sesuka hati, sedangkan Batara Narada tampak asyik menari bersama para bidadari. Adapun para dewa lainnya, seperti Batara Brahma, Batara Indra, Batara Bayu, Batara Yamadipati, sibuk menabuh gamelan. Bambang Talirasa marah-marah menyebut mereka sudah ditipu Batara Guru dan Batara Narada palsu.
Batara Guru dan Batara Narada segera memerintahkan para dewa untuk menangkap Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali karena sudah berani mengacau pesta. Para dewa pun bangkit dan mengepung mereka. Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali mengerahkan Aji Kemayan, membuat para dewa itu lemas kehilangan daya. Melihat itu, Batara Guru dan Batara Narada ketakutan dan berniat melarikan diri.
Pada saat itulah Bambang Amongrasa dan Bambang Rasaamong datang bersama Prabu Kresna dan Raden Arjuna. Bambang Amongrasa berkata bahwa permainan ini tidak perlu dilanjutkan lagi. Sebaiknya, semuanya kembali ke wujud asli. Usai berkata demikian, ia pun membuka samaran. Ternyata Bambang Amongrasa adalah penjelmaan Kyai Semar, sedangkan Bambang Rasaamong adalah penjelmaan Bagong.
Kyai Semar lalu menyuruh Batara Guru dan Batara Narada membuka penyamaran. Kedua dewa itu pura-pura tidak paham apa maksud perkataan Kyai Semar. Kyai Semar pun mengancam akan meludahi mereka jika tidak menurut. Batara Guru ketakutan dan segera melepaskan pakaiannya, kembali berwujud Petruk, sedangkan Batara Narada kembali berwujud Nala Gareng. Kyai Semar memarahi mereka karena lancang mencuri pakaian raja dewa dan menduduki kahyangan. Akhirnya, kahyangan menjadi kacau balau karena dipimpin oleh orang yang tidak tepat.
Petruk dan Nala Gareng memohon ampun atas perbuatan mereka. Tadinya mereka hanya ingin tahu bagaimana rasanya duduk di Balai Marcukunda, memimpin Kahyangan Jonggringsalaka. Ternyata menjadi pemimpin tidak semudah yang mereka kira. Salah mengambil keputusan justru menyebabkan kekacauan. Mereka kini telah sadar dan mengembalikan pakaian beserta mahkota kepada pemilik yang sebenarnya.
Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali menerima pakaian yang diserahkan Nala Gareng dan Petruk. Bambang Talirasa ternyata adalah penjelmaan Batara Guru yang asli, sedangkan Bambang Rasatali adalah penjelmaan Batara Narada.
MENGEMBALIKAN DEWI LESMANAWATI KE HASTINA
Kyai Semar bertanya apa yang menjadi alasan Batara Guru mengacau Kerajaan Hastina dan menculik Dewi Lesmanawati. Batara Guru berkata bahwa ia prihatin melihat para Kurawa hanya sibuk mengumbar hawa nafsu dan angkara murka, sehingga ia berniat memberi mereka cobaan agar sadar dan memperbaiki diri. Namun, ternyata semua sia-sia belaka. Para Kurawa adalah keturunan Padepokan Saptaarga yang hanya bisa mencemarkan nama baik leluhur mereka.
Kyai Semar kembali bertanya, bukankah Batara Guru sendiri dalam wujud Bambang Talirasa juga mengumbar hawa nafsu? Batara Guru memakai nama samaran “talirasa”, tetapi ternyata tidak mampu mengikat rasa cintanya, hingga merusak rumah tangga Dewi Lesmanawati dan Raden Warsakusuma.
Batara Guru menjawab, itu tidak seperti yang tampak oleh mata. Dewi Lesmanawati yang ia culik hanyalah palsu belaka, yang tercipta dari sekuntum bunga cempaka. Adapun Dewi Lesmanawati yang asli masih berada di Kerajaan Hastina, disembunyikannya dari pandangan orang lain. Bahkan, Batara Narada pun tidak mengetahui tentang siasat ini. Batara Narada membenarkan hal itu. Ia mengira Batara Guru dalam wujud Bambang Talirasa benar-benar lupa diri dan tega merusak kehormatan Dewi Lesmanawati.
Batara Guru lalu membisikkan sebuah mantra kepada Prabu Kresna untuk memunculkan kembali Dewi Lesmanawati yang asli. Prabu Kresna berterima kasih. Setelah dirasa cukup, ia pun mohon pamit kembali ke dunia bersama Raden Arjuna dan para panakawan.
PRABU KRESNA MENGEMBALIKAN DEWI LESMANAWATI KE KERAJAAN HASTINA
Rombongan Prabu Kresna telah tiba di Kerajaan Hastina dan mereka pun disambut Prabu Duryudana, Danghyang Druna, Patih Sangkuni, dan Adipati Karna. Prabu Kresna datang untuk menyerahkan Dewi Lesmanawati yang diculik Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali. Ketika Prabu Duryudana meraih tangan putrinya itu, tiba-tiba wujud Dewi Lesmanawati musnah dan berubah menjadi sekuntum bunga cempaka.
Prabu Duryudana terkejut bercampur heran dan menuduh Prabu Kresna bermain sihir. Prabu Kresna menjelaskan bahwa Dewi Lesmanawati tidak pernah hilang diculik, tetapi masih disembunyikan Bambang Talirasa di dalam istana Kerajaan Hastina. Adapun yang diculik dan dibawa kabur adalah Dewi Lesmanawati palsu yang tercipta dari bunga cempaka. Prabu Kresna lalu membaca mantra yang diajarkan Batara Guru. Tiba-tiba dari dalam tanah menyembul keluar Dewi Lesmanawati dalam keadaan bingung.
Prabu Duryudana lalu bertanya kepada Dewi Lesmanawati apa yang telah terjadi. Dewi Lesmanawati bercerita bahwa dirinya tiba-tiba didatangi seorang laki-laki tampan yang langsung memasukkannya ke dalam tanah. Meskipun sendiri di dalam tanah, anehnya Dewi Lesmanawati tidak merasa haus dan lapar, hingga akhirnya Prabu Kresna mengembalikan dirinya ke permukaan.
Prabu Duryudana bertanya apakah Dewi Lesmanawati pernah berkasih-kasihan dengan Bambang Talirasa serta diculik dan dibawa kabur? Dewi Lesmanawati balik bertanya, Bambang Talirasa itu siapa? Ia mengaku baru kali ini mendengar namanya. Danghyang Druna melihat Dewi Lesmanawati tampak jujur, dan ia pun memintakan pengampunan kepada Prabu Duryudana agar tidak menghukum putrinya tersebut.
Prabu Duryudana pada dasarnya tidak pernah tega menghukum anggota keluarga sendiri. Ia lalu bertanya kepada Adipati Karna apakah masih bersedia menerima Dewi Lesmanawati sebagai menantu. Prabu Kresna ikut menegaskan bahwa kehormatan Dewi Lesmanawati yang asli tetap terjaga dan tidak pernah dirusak oleh Bambang Talirasa. Adipati Karna yang sejak dulu segan kepada Prabu Kresna, tidak berani membantah. Karena Prabu Kresna sudah menjamin demikian, maka ia pun merasa yakin dan menyatakan bersedia menerima kembali Dewi Lesmanawati sebagai menantu.
Demikianlah, Prabu Duryudana pun mengadakan pesta syukuran atas terselesaikannya masalah Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali yang telah mengacaukan ketentraman Kerajaan Hastina.
------------------------------ TANCEB KAYON------------------------------
Catatan : Dalam artikel majalah Panjebar Semangat, nama samaran Kyai Semar dan Bagong adalah Salahrasa dan Rasasalah. Dalam cerita di atas, nama mereka saya ganti menjadi Amongrasa dan Rasaamong.
Untuk kisah Bambang Irawan menggoda Dewi Lesmanawati bisa dibaca di sini.
Untuk kisah perkawinan Dewi Lesmanawati dan Raden Warsakusuma bisa dibaca di sini.
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi