Larung Sesaji adalah tradisi tahunan masyarakat pesisir Jawa Tengah, terutama di daerah seperti Pekalongan, Rembang, dan Cilacap, sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan penghormatan kepada penguasa laut (Nyai Roro Kidul). Ritual ini biasanya dilakukan oleh nelayan dan masyarakat setempat sebelum atau setelah musim panen ikan, dengan melarung berbagai hasil bumi dan kepala kerbau ke laut.
UNESCO telah mencatat Larung Sesaji sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2017, menunjukkan betapa pentingnya tradisi ini dalam kebudayaan Jawa.
Sejarah dan Makna Filosofis
Larung Sesaji diperkirakan telah ada sejak era Kerajaan Mataram Islam, di mana masyarakat Jawa masih mempertahankan kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum Islam masuk. Tradisi ini merupakan perpaduan antara kepercayaan lokal dan nilai-nilai Islam.
Makna Simbolik:
Persembahan untuk Penguasa Laut – Nelayan percaya bahwa laut memiliki penunggu (Nyai Roro Kidul) yang mengatur keselamatan dan hasil tangkapan.
Wujud Rasa Syukur – Masyarakat berterima kasih atas rezeki dari laut.
Permohonan Keselamatan – Agar terhindar dari bencana dan kecelakaan saat melaut.
Prosesi Larung Sesaji
1. Persiapan
Penyiapan Sesaji – Berupa tumpeng, hasil bumi (kelapa, pisang, padi), kepala kerbau, dan bunga.
Pagelaran Seni – Tarian tradisional seperti Tari Kuda Lumping atau Tari Sintren mengiringi prosesi.
Doa Bersama – Dipimpin oleh sesepuh atau pemuka agama setempat.
2. Pelarungan
Sesaji diletakkan di atas perahu kecil atau rakit, lalu dihanyutkan ke tengah laut. Beberapa nelayan juga melakukan sedekah laut dengan melepas burung dara sebagai simbol pelepasan bala.
3. Puncak Acara
Masyarakat menyantap hidangan bersama dan menggelar pertunjukan wayang kulit atau musik tradisional.
Perkembangan di Era Modern
Wisata Budaya – Banyak wisatawan domestik dan mancanegara datang menyaksikan Larung Sesaji, seperti di Pantai Depok (Yogyakarta) dan Pantai Teluk Penyu (Cilacap).
Nilai Ekologis – Beberapa daerah mengganti sesaji berbahan plastik dengan bahan alami yang ramah lingkungan.
Dukungan Pemerintah – Dinas Kebudayaan setempat sering mengadakan festival untuk melestarikan tradisi ini.
Kontroversi dan Pandangan Agama
Beberapa ulama mengkritik Larung Sesaji karena dianggap mengandung unsur syirik (menyekutukan Tuhan). Namun, sebagian masyarakat memandangnya hanya sebagai budaya, bukan ritual pemujaan.
Larung Sesaji adalah tradisi unik yang menggabungkan spiritualitas, seni, dan kearifan lokal. Pelestariannya penting untuk menjaga identitas budaya pesisir Jawa.
Referensi
Kemdikbud. (2017). Larung Sesaji dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda.
Simanjuntak, B. (2015). Ritual Nelayan Jawa: Studi Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah (2021). Larung Sesaji: Makna dan Perkembangannya.
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi