Ketuk Tilu adalah suatu tarian
pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya diselenggarakan pada acara
pesta perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan atau diselenggrakan
secara khusus di suatu tempat yang cukup luas. Pemunculan tari ini di
masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau upacara sakral
tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh
karena itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat terutama di
pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.
Istilah ketuk tilu adalah berasal dari
salah satu alat pengiringnya yaitu boning yang dipukul tigakali sebagai
isyarat bagi alat instrument lainnya seperti rebab, kendang besar dan
kecil, goong untuk memulai memainkan sebuah lagu atau hanya sekedar
instrumentalia saja. Dilihat dari aspek pertunjukannya tari ketuk tilu
terbagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama, sepengiring melantunkan
irama gamelan, rebab dan kendang untuk menarik perhatian masyarakat.
Pada bagian kedua yaitu takala orang-orang telah berkumpul memadati
tanah lapang barulah muncul para penari memperkenalkan diri kepada para
penonton sambil berlenggak-lenggok mencuri perhatian penonton. Pada
bagian ketiga adalah pertunjukannya itu sendiri yang dipandu oleh
seseorang semacam moderator dalam rapat atau juru penerang. Pada bagian
pertunjukan ini penari mengajak penonton untuk menari bersama dan menari
secara khusus berpasangan dengan penari. Adakalanya apabila ingin
menari secara khusus dengan sipenari ia harus membayar sejumlah uang. Di
desa-desa tertentu di Jawa Barat, pertunjukan seni tari ketuk tilu ini
sering kali dilakukan hingga semalam suntuk.
Konon kabarnya, ketuk tilu memiliki
gaya tarian tersendiri dengan nama-nama seperti, depok, sorongan, ban
karet, lengkah opat, oray-orayan (ular-ularan), balik bandung, torondol,
angin-angin, bajing luncat, lengkah tilu dan cantel. Gaya-gaya ini
sesuai dengan cirri khas daerahnya. Saat ini daerah-daerah yang masih
memiliki kesenian tari ketuk tilu adalah di Kabupaten Bandung, Karawang,
Kuningan dan Garut namun jumlahnya sangat sedikit, itupun hanya
diminati generasi tertentu (kaum yang fanatik terhadap seni ketuk tilu).
Sedangkan generasi mudanya lebih menyukai seni tari Jaipongan
(pengembangan kreasi dari ketuk tilu) karena tarian dan iramanya lebih
dinamis dan dapat dikombinasikan dengan tari-tarian modern.
Ditinjau dari perangkat tabuhan, Ketuk
Tilu adalah nama perangkat tabuhan yang tersebar hampir di seluruh
tatar Sunda. Nama perangkat tersebut dipinjam dari salah satu waditra
yaitu ketuk yang terdiri dari tiga buah (tiga buah penclon/koromong).
Waditra lainnya yang merupakan kelengkapan tabuhan Ketuk Tilu. satu unit
Rebab, satu buah Gong, satu buah Kempul, satu buah Kendang besar, dua
buah Kulanter (Kendang kecil), serta satu unit kecrek.
Perangkat Ketuk Tilu pada awalnya
merupakan gending iringan rumpun tarian (ibing Ketuk Tilu). Yoyo Yohana
seorang tokoh Ketuk Tilu dari Ujungberung mengungkapkan bahwa: "Ketuk
Tilu, merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang mandiri"
Artinya, tidak terikat atau bukan merupakan bagian dari cabang seni
lain. Pada perkembangan selanjutnya, perangkat Ketuk Tilu di beberapa
daerah di tatar Sunda, menjadi bagian dari suatu pertunjukan teater.
Misalnya: Ronggeng Gunung di daerah Ciamis, Banjet di daerah Karawang
clan Subang, Topeng Betawi di beberapa daerah di kawasan JABOTABEK,
begitu juga Ubrug di Banten.
Di masa lampau Ketuk Tilu memiliki
struktur sajian tersendiri yaitu diawali dengan Tatalu (sajian gending
pembukaan), kemudian Ronggeng masuk arena. Pada bagian ini Ronggeng
masuk beriringan sambil menari bersama. Dilanjutkan dengan taxi
Jajangkungan yang diirngi dengan Gamelan (instrumentalia). Bagian
berikutnya adalah Wawayangan yang dilakukan oleh Ronggeng dengan posisi
setengah lingkaran atau tapal kuda. Mereka menari sambil menyanyikan
Kidung. Selesai WawayIngan, para Ronggeng berbanjar ke samping menghadap
Panjak (para penabuh atau Nayaga). Jika bermain di atas panggung, maka
posisi banjarnya membelakangi penonton. Selanjutnya, Lurah kongsi
(pimpinan rombongan) membakar kemenyan dalam Parupuyan yang
disimpanberdekatan dengan " Pangradinan (sesajen), kemudian membacakan
materamantera, memohon keselamatan selama pagelaran serta minta rizki
yang banyak. Selain itu dibacakan pula (secara perlahan) Asihan agar
para Ronggengnya disukai oleh para penonton. Dengan Asihan diharapkan
para penonton bermurah hati untuk memberikan uang, sehingga otomatis
menambah inkam bagi rombongan.
Selama babak tersebut, Gamelan
mengalun dalam lagu Kidung. Habis lagu Kidung Ronggeng membuat posisi
berbentuk bulan sabit, menghadap ke arah penonton, dilanjutkan pada
Babak Erang. Pada babak ini Ronggeng menari bersama secara bebas
diiringi lagu Erang. Para penari pria dari penonton, bebas menari tanpa
harus membayar uang Pasakan (uang bokingan). Babak ini disajikan khusus
untuk penonton yang suka menari, sebagai pemanasan sekaligus sebagai
bonus, karena tidak harus membayar. Selesai Babak Erang, baru kemudian
dilanjutkan pada Babak Pasakan, dimana para penari pria dari penonton
yang menari dengan Ronggeng, harus memberikan uang Pasak kepada ronggeng
atau Panjak.
Lagu-lagu yang disajikan terdiri dad:
Kidung (lagu wajib pada pagelaran Ketuk Tilu, Erang (juga lagu wajib),
Emprak atau Emprak kagok, Polos yang berkembang menjadi Polos Tomo dan
kadang-kadang disambung dengan naek Geboy, Berenuk Mundur, Kaji-kaji,
Gorong, Tunggul Kawung, Gondang, Sorong Dayung, Cikeruhan,
Prangprangtarik, Renggong Buyut, Awi Ngarambat, Bangket Solontongan,
Paleredan, Geseh, Kembang Beureum, Sonteng, Ombak Banyu, Gaya Engko,
Mainang, Karawangan Barlen, Soloyong dan sebagainya. Liriknya berbentuk
pantun, yaitu dua kalimat pertama merupakan cangkang (sampiran/kulit)
dan dua kalimat terakhir merupakan eusi (isi). Pantun tersebut bersifat
kebirahian dan asmara dengan wama cerah, gembira, humoritis. Selain
lirik-lirik yang sudah dipersiapkan sebelum main, juga kadang-kadang
Ronggeng melantunkan lagu yang liriknya dibuat seketika (waktu main).
Ketuk Tilu merupakan taxi Pertunjukan
yang gerakangerakannya dilakukan oleh Ronggeng atau Doger sebagai
primadona atau oleh Panjak tertentu yang memiliki kepandaian dalam
menari. Gerakan-gerakan tersebut menyerupai Silat Kembang pada Pencak
Silat. Selain merupakan taxi Pertunjukan, Ketuk Tilu juga sebagai tari
Pergaulan, karena Ronggeng menari bersama penari pria dari penonton
dengan gerak-gerak improvisatoris yang bebas, tidak terikat oleh
idiomidiom gerak tari ataupun silat.
Dari tari Pergaulan ini sering muncul
tarian-tarian yang tidak kalah mutunya dengan taritari Pergaulan yang
telah ada. Hal ini kemungkinan besar bahwa di antara para penari pria
dari penonton, terdapat penari yang berasal dari kalangan menak serta
pandai menari Wayang atau Tayub menarai bersama Ronggeng. Sehingga
terjadilah perpaduan gerak yang lebih bersifat tari dari pada silat.
Dalam memilih Ronggeng sebagai
pasangan menari, sering terjadi kericuhan, sehingga babak ini dinamai
Parebut Ronggeng. Oleh karena itu, Ketuk -Tilu pernah dilarang oleh
Pemerintah dengan alasan demi ketertiban umum dan keamanan. Akan tetapi
pada kenyataanya Ketuk Tilu belum lenyap sama sekali bahkan ada
usaha-usaha untuk melestarikannya.
Tari Ketuk Tilu dan tari-tari lainnya
memiliki perbedaan, baik dilihat dari gerak-gerak tarinya yang khas,
Karawitannya, serta memiliki ketentuan-ketentuan yang khas dalam
penyajiannya. Dalam Tari ketuk Tilu terdapat gerakan-gerakan yang
berpola Kendang, gerakan-gerakan yang merupakan gambaran keseharian,
serta ada pula gerakan-gerakan yang berupa improvisasi yang disesuaikan
dengan irama lagu pengiringnya. Di samping itu, Tari Ketuk Tilu juga
memiliki warna tertentu yaitu: gembira, romantis, merangsang, horitis,
cerah, Iincah, akrab, dan penuh penjiwaan.
(Sumber : www.westjavatourism.com)
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi