TAYUB
Para sesepuh mengkiratabasakan Tayub sebagai ditato ben guyub (diatur agar tercipta kerukunan), sebuah filosofi yang ditanamkan pada tayub sebagai kesenian untuk pergaulan. Nilai dasamya adalah kesamaan kepentingan untuk mengapresiasikan kemarnpuan jiwa dan bakat seni, baik kemampuan sebagai penabuh gamelan ( pengrawit ) ataupun penarinya. Kesamaan kepentingan ini akan melahirkan keselaras‑serasian Tayub sebagai suatu bentuk tarian, hentakan kaki yang sesuai dengan bunyi kendang lambaian‑tangan seirama gambang atau lenggok kepala pada tiap pukulan gongnya.
Dalam upacara bersih desa Tayub memberikan spirit kesuburan, dalam istilah jawa dimaknai bersatunya bapa angkasa ( bapak langit/laki‑laki ) dan Ibu Bumi ( ibu pertiwi ). Persatuan diantara keduanya menimbulkan hujan yang mendatangkan kesuburan.
Bergesemya wajah geografis Jawa dari yang bernuansa agraris ke era industrialisasi, mengubah wajah seni tradisi, tayub tidak lagi menjadi perangkat budaya sebagai seni ritual kesuburan, melainkan lebih condong ke arah perangkat komersial. Dengan kata lain Tayub bergeser dari seni yang berpijak pada filosofi ke arah fungsional & pragmatis.
Namun perubahan fungsi tersebut bukan berarti merubah nuansa Seni Tayub, ada prasyarat khusus yang harus dipenuhi olch scorang penayub. Masyarakat Pati selatan merumuskan prasyarat itu adalah Rupa, Suara, wiraga dan trapsila. Berparas cantik, bersuara merdu, pandai menari dan bermuka ramah harus dimiliki oleh setiap perempuan yang ingin menjadi penayub. Sederet persyaratan yang tidak mudah dipenuhi oleh kebanyakan perempuan dimanapun. Kalau pandai menari dan bersuara merdu masih bisa dilakoni melalui belajar olah gerak tubuh & gurah, tetapi cantik dan berwatak ramah lebih merupakan pemberian atau bawaan sejak lahir.
Dengan akan dikeluarkannya Undang‑undang Pornografl dan Pornoaksi, Seni Tayub mungkin bisa terancam oleh keberadaan Undang‑Undang ini dengan pakaian kembennya, padahal kemben adalah salah satu cirri khas berbusana adat jawa, khususnya ketika naik panggung dalarn seni tayub. Tapi khusus di Kabupaten Pati jauh‑jauh hari sebelum munculnya polemik ini pada sekitar tahun 1992 Bapak Bupati Pati Sunarji memerintalikan agar pekerja seni tayub memakai penutup kemben. Meski bukan merupakan Surat Keputusan, namun perintah itu. akhimya dituruti dan setiap kali pentas pekeda seni tayub memakai penutup kemben.
Walaupun keberadaan Seniman Tayub di Kabupaten Pati semakin hari semakin menurun akibat kaderisasi yang belum dapat dilakukan secara optimal, namun hingga saat ini di Kabupaten Pati tercatat sekitar 100 orang seniman tayub dan mereka terhimpun dalam organisasi Paguyuban Seniman Seniwati Tayub Pati (PASTI)
Sumber
Semoga artikel TAYUB bisa menambah wawasan bagi sobat mbudayajawa yang mampir kesini, kalau sobat mbudaya jawa mempunyai cerita tentang tradisi, kesenian, budaya yang terdapat di daerah sobat mbudayajawa bisa langsung di kirimkan ke mengenalbudayajawa@gmail.com
Jangan lupa klik tombol di bawah ini untuk share ke teman-teman dan bersama kita lestarikan budaya kita sendiri agar tidak hilang oleh jaman.
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi