Siang kawan, Kawasan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, memang lokasi yang sangat kaya dengan budaya dan tradisi. Salah satu wilayah yang banyak menyumbangkan keanekaragaman tradisi itu adalah kawasan di kaki Gunung Lawu. Di wilayah itu termasuk juga Dusun Pancot, Desa Kalisoro, Tawangmangu, yang terkenal dengan tradisi bersih desanya yaitu tradisi Monsodiyo.
Tradisi bersih desa di Dusun Pancot Tawangmangu ini telah berlangsung sejak dahulu kala. Upacara adat berupa tradisi lempar tangkap ayam ini adalah tradisi bersih desa sebagai wujud syukur setelah melewati cobaan yang datang sebelumnya. Dan ayam dalam hal ini adalah media nazar bagi sebagian warga Dusun Pancot.
Upacara Mondosiyo adalah salah satu kekayaan wisata budaya Karanganyar. Tradisi Mondosiyo sendiri berlangsung sekali dalam tujuh bulan (penanggalan Jawa) dan jatuh pada hari Selasa Kliwon Wuku Mondosiyo. Sementara puncak pelaksaan upacara adat ini adalah di Balai Pasar Dusun Pancot.
Prosesi tradisi bersih desa Dusun Pancot ini dimulai dua hari sebelum Selasa Kliwon yaitu pada Minggu Pon. Pada hari itu, warga masyarakat Dusun Pancot akan mengumpulkan beras untuk diolah menjadi gandhik dan juga masakan jenis lainnya sebagai pelengkap sesaji. Prosesi berlanjut pada keesokan harinya yaitu pada Senin Wage dimana pemberitahuan dilakukan dengan memukul bende pada malam harinya.
Saat tiba hari puncak pelaksanaan, kegiatan pun dimulai dari pagi hari. Tradisi Mondosiyo diawali dengan penyembelihan kambing dan ayam di punden Bale Patokan pada pagi hari sekitar jam 7. Upacara kemudian berlanjut pada kisaran jam 10 saat segala sesaji disiapkan di punden dan berlanjut pada jam 1 siang dimana gending Manyar Sewu mulai diperdengarkan.
Puncak acara berupa lempar tangkap ayam dimulai pada jam 4 sore. Sebelum acara ini dimulai, hiburan tradisional seperti reog biasa dihelat sementara ribuan warga memenuhi kawasan Balai Pasar Dusun Pancot. Tidak lupa juga sebelum dimulainya acara air yang tadinya diambil dari Bale Patokan terlebih dahulu disiramkan di Batu Gilang yang terdapat dalam bangunan di area pelataran pasar.
Sesaat setelah itu, puncak tradisi Mondosiyo pun dimulai. Ayam-ayam yang dibawa oleh warga yang ber-nazar pun mulai dilemparkan ke atap balai. Sementara itu, ribuan warga yang hadir akan berebut dan berusaha menangkap ayam itu. Bagi warga yang melempar hal ini adalah wujud syukur atas cobaan yang telah dilaluinya. Sementara bagi warga yang menangkap ini adalah wujud usaha mendapatkan keberuntungan dan berkah saat mereka mendapatkan ayam.
Yang menarik saat berlangsungnya acara adalah warga yang berebut dilarang menaiki atap untuk mendapatkan ayam. Mereka hanya diperbolehkan berpegangan pada tepian atap saja saat mencoba menangkap ayam-ayam itu.
*Tidak ada yang tahu pasti kapan dan bagaimana tradisi unik ini bermula. Beberapa warga meyakini, awal kisah tradisi ini dimulai dari sejarah pertempuran antara kesatria Putut Tetuko dengan raksasa jahat bernama Putut Tetuko.
sumber
sumber
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi