Berbagai cara dilakukan warga untuk memperingati Isra Mi’raj Nabi
Muhammad SAW. Di Desa Cikakak Kecamatan Wangon Banyumas, Senin (20/07),
umat muslim menggelar ritual ganti pagar bambu atau mereka sebut ganti
jaro rajab salah satu makam kyai penyebar agama Islam. Ritual yang
digelar setiap setahun ini memiliki makna yang dalam yakni untuk
membersihkan diri dari sifat jahat.
Para warga ini, sejak pagi telah berdatangan menuju makam Kyai Toleh
yang terletak di area masjid saka tunggal. Mereka dengan suka rela
membawa bambu yang akan digunakan untuk membuat pagar pengganti pagar
yang lama.
Dengan bergotong royong, para warga ini membelah dan membersihkan bambu
yang akan digunakan sebagai pagar. Rasa kebersamaan inilah, yang masih
diperlihatkan warga saat hendak menggelar ritual ganti jaro rajab ini.
Mereka saling berbagi pekerjaan. Ada yang memotong, ada juga yang
membelah. Bambu-bambu ini dipotong dan dibelah dengan ukuran panjang
sekitar satu meter.
Sebelum dipasang, potongan bambu yang telah dibelah ini, kemudian dicuci
terlebih dahulu. Pencucian dilakukan di sungai pintu masuk makam. Hal
ini dimaksudkan agar bambu yang akan dipasang sebagai pagar, terbebas
dari kotoran.Kemudian warga pun muali memasang pagar bambu.di mulai dari
makam Kyai Toleh yang terletak di atas bukit.
Ada beberapa pantangan yang harus ditaati oleh warga saat membuat pagar
bambu ini. Mereka dilarang berbicara dnegan suara keras, serta tidak
boleh mengguanakan alas kaki. Sehingga, saat pengerjaan penggantian
pagar bambu ini, tak terdengar suara warga. Yang muncul hanya suara dari
pagar bambu yang dipukul warga.
Karena pengerjaan penggantian pagar bambu ini dilakukan oleh ratusan
warga, maka pengerjaanya pun berjalan cepat. Bahkan, pagar bambu
sepanjang 300 meter yang juga berada di lokasi taman kera ini, bisa
diselesaikan dalam waktu dua jam.
Selain memiliki makna kebersamaan dan gotong royong, tradisi ganti jaro
rajab ini juga untuk menghilangkan sifat jahat dari dalam diri manusia.
Menurut Bambang Jauhari, juru kunci Masjid Saka Tunggal Cikakak, setelah
pengerjaan penggantian pagar selesai, ribuan warga pun mulai melakukan
ziarah ke makam. “Sebelum memasuki areal makam, para warga ini melakukan
persembahan dan sungkem, mereka juga melepas alas kaki. Ini merupakan
tradisi yang sudah berlangsung puluhan tahun, ” ujar Bambang.
Nama resmi masjid ini adalah Masjid Saka Tunggal Baitussalam, tapi
lebih populer dengan nama masjid saka tunggal karena memang masjid ini
hanya mempunyai saka tunggal (tiang penyangga tunggal). Saka tunggal
yang berada di tengah bangunan utama masjid, saka dengan empat sayap
ditengahnya yang akan nampak seperti sebuah totem, bagian bawah dari
saka itu dilindungi dengan kaca guna melindungi bagian yang terdapat
tulisan tahun pendirian masjid tersebut.
Masjid saka tunggal berukuran 12 x 18 meter ini menjadi satu satunya
masjid di pulau Jawa yang dibangun jauh sebelum era Wali Sembilan (Wali
Songo) yang hidup sekitar abad 15-16M. Sedangkan masjid ini didirikan
tahun 1288M, 2 abad sebelum Wali Songo. Sekaligus menjadikan Masjid Saka
Tunggal Baitussalam sebagai Masjid Tertua di Indonesia.
Lokasi
Masjid Masjid Saka Tunggal Baitussalam berada di Desa Cikakak,
Kecamatan Wangon Banyumas. Ditengah suasana pedesaan Jawa yang begitu
kental. Di kawasan masjid yang dipenuhi dengan kera-kera yang
berkeliaran bebas. Bangunan masjid juga sangat unik, beratapkan ijuk
serta sebagian dindingnya dari anyaman bambu.
Sejarah Masjid Saka Tunggal
Masjid ini dibangun pada tahun 1288 Masehi sebagaimana tertulis di
prasasti yang terpahat di saka masjid itu lebih tua dari kerajaan
majapahit yang berdiri tahun 1294 Masehi, masjid ini berdiri ketika masa
kerajaan singasari dan merupakan masjid tertua di indonesia.
Sejarah Masjid Saka tunggal senantiasa terkait dengan Tokoh penyebar
Islam di Cikakak, bernama Mbah Mustolih yang hidup dalam Kesultanan
Mataram Kuno. Itu sebabnya, tidak heran bila unsur Kejawen masih cukup
melekat. Dalam syiar Islam yang dilakukan, Mbah Mustolih memang
menjadikan Cikakak sebagai “markas” dengan ditandai pembangunan masjid
dengan tiang tunggal tersebut. Beliau dimakamkan tak jauh dari masjid
Saka Tunggal.
Tradisi Unik Masjid Saka Tunggal, Banyumas
Zikir seperti melantunkan kidung jawa
Keunikan masjid saka tunggal Banyumas, benar benar terasa di hari
Jum’at. Selama menunggu waktu sholat jum’at dan setelah sholat jum’at,
Jamaah masjid Saka Tunggal berzikir dan bershalawat dengan nada seperti
melantunkan kidung jawa. Dengan bahasa campuran Arab dan Jawa, tradisi
ini disebut tradisi ura ura.
Pakaian Imam dan muazin
Imam masjid tidak menggunakan penutup kepala yang lazimnya digunakan di
Indonesia yang biasanya menggunakan peci, kopiyah, tapi menggunakan
udeng/pengikat kepala. khutbah jumat disampaikan seperti melantunkan
sebuah kidung,
Empat muazin sekaligus
Empat orang muazim berpakaian sama dengan imam, menggunakan baju lengan
panjang warna putih, menggunakan udeng bermotif batik, dan ke empat
muazin tersebut mengumandangkan adzan secara bersamaan.
Semuanya dilakukan berjama’ah
Uniknya lagi, seluruh rangkaian sholat jumat dilakukan secara berjamaah,
mulai dari shalat tahiyatul masjid, kobliah juma’at, shalat Jumat,
ba’diah jum’at, shalat zuhur, hingga ba’diah zuhur. Semuanya dilakukan
secara berjamaah.
Tanpa Pengeras Suara
Masjid Saka Tunggal Baitussalam hingga saat ini masih mempertahankan
tradisi untuk tidak menggunakan pengeras suara. Meski demikian suara
azan yang dilantunkan oleh empat muazin sekaligus, tetap terdengar
begitu lantang dan merdu dari masjid ini.
Ritual Ganti Jaro, Masjid Saka Tunggal
Arsitektur Masjid Saka Tunggal, Banyumas
Salah satu keunikan Saka Tunggal adalah empat helai sayap dari kayu
di tengah saka. Empat sayap yang menempel di saka tersebut melambangkan
”papat kiblat lima pancer”, atau empat mata angin dan satu pusat. Papat
kiblat lima pancer berarti manusia sebagai pancer dikelilingi empat mata
angin yang melambangkan api, angin, air, dan bumi. Saka tunggal itu
perlambang bahwa orang hidup ini seperti alif, harus lurus. Jangan
bengkok, jangan nakal, jangan berbohong. Kalau bengkok, maka bukan lagi
manusia.
Empat mata angin itu berarti bahwa hidup manusia harus seimbang.
Jangan terlalu banyak air bila tak ingin tenggelam, jangan banyak angin
bila tak mau masuk angin, jangan terlalu bermain api bila tak mau
terbakar, dan jangan terlalu memuja bumi bila tak ingin jatuh. ”Hidup
itu harus seimbang,”
Papat kiblat lima pancer ini sama dengan empat nafsu yang ada dalam
manusia. Empat nafsu yang dalam terminologi Islam-Jawa sering dirinci
dengan istilah aluamah, mutmainah, sopiah, dan amarah. Empat nafsu yang
selalu bertarung dan memengaruhi watak manusia.
Keaslian yang masih terpelihara adalah ornamen di ruang utama,
khususnya di mimbar khotbah dan imaman. Ada dua ukiran di kayu yang
bergambar nyala sinar matahari yang mirip lempeng mandala. Gambar
seperti ini banyak ditemukan pada bangunan-bangunan kuno era Singasari
dan Majapahit.
Kekhasan yang lain adalah atap dari ijuk kelapa berwarna hitam. Atap
seperti ini mengingatkan atap bangunan pura zaman Majapahit atau tempat
ibadah umat Hindu di Bali. Tempat wudu pun juga masih bernuansa zaman
awal didirikan meskipun dindingnya sudah diganti dengan tembok.
Renovasi dan Benda Benda Peninggalan
Sejak tahun 1965 masjid ini sudah dua kali dipugar. Selain dinding
tembok, juga diberi dinding anyaman bambu serta lapisan atap seng, Meski
sebagian dinding telah direhab dengan tembok, tetapi arsitektur masjid
tetap tidak diubah. Sehingga tidak ada perbedaan bentuk yang berarti
dari awal berdiri hingga sekarang. Sedangkan tiang dari kayu jati yang
menopang bangunan utama masjid dengan ukuran masih terlihat begitu
kokoh. Selama ratusan tahun berdiri, warga dan jamaah di Cikakak sama
sekali tidak mengganti bangunan utama yang ada di tempat itu, kecuali
hanya membangun tembok sekeliling masjid sebagai penopang. Barang
lainnya yang sampai sekarang masih tetap rapi dan dipelihara di
antaranya adalah bedug, kentongan, mimbar masjid, tongkat khatib dan
tempat wudlu.
Status
Sebagaimana tertulis dalam papan peringatan di sekitar masjid, tertulis
bahwa, Masjid Saka Tunggal Baitussalam, Desa Cikakak, Kabupaten Banyumas
merupakan Benda Cagar Budaya/Situs dengan nomor 11-02/Bas/51/TB/04 dan
dilindungi undang undang RI No. 5 tahun 1992 dan PP nomor 10 tahun 1993.
sumber
Sumber
Sumber
Tradisi Ganti Jaro di Masjid Saka Tunggal
Semoga artikel Tradisi Ganti Jaro di Masjid Saka Tunggal bisa menambah wawasan bagi sobat mbudayajawa yang mampir kesini, kalau sobat mbudaya jawa mempunyai cerita tentang tradisi, kesenian, budaya yang terdapat di daerah sobat mbudayajawa bisa langsung di kirimkan ke mengenalbudayajawa@gmail.com
Jangan lupa klik tombol di bawah ini untuk share ke teman-teman dan bersama kita lestarikan budaya kita sendiri agar tidak hilang oleh jaman.
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi