Merdi Desa: Ratusan warga Desa Giyono, Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung, mengarak gunungan dan berbagai uba rampe dari permukiman menuju Sendang Ayu Mbunggede |
Suasana hening damai alam desa, pagi itu mendadak berubah menjadi hiruk pikuk, lantaran hampir seribu orang warga desa Giyono hendak mengadakan acara Merdi Desa, tepat 1 Suro 1947 Chaka, atau 1 Muharam 1435 Hijriyah.
Mulai anak-anak hingga kaum manula baik laki-laki maupun perempuan mengenakan beragam pakaian adat Jawa. Mereka berkumpul pada sebuah titik, kemudian berjalan beriringan menuju tempat ritual utama, yakni Sendang Ayu Mbunggede yang berjarak 500 meter dari permukiman warga.
Kirab dengan tema Supeketining Rukun Warga Agawe Sentosaning Bangsa (kebersamaan dan kerukunan warga membawa kemakmuran bangsa), ini bukanlah hanya sekadar seremonial belaka. Pasalnya, para pesertanya terdiri dari lintas agama, ada Islam, Nasrani, dan Budha.
Tak heran jika di antara panji-panji desa, gunungan yang dipanggul tampak di pasang paling tinggi,lambang persatuan negara, yakni replika patung burung Garuda Pancasila.
Pada urutan pertama Mbah Reti (65), salah satu sesepuh desa membawa satu kendi di tangan kiri dan sapu lidi di tangan kanan, menandakan mereka siap bersih lingkungan maupun bersih diri lahir batin.
Di belakangnya tiga gadis cantik membawa sesaji berupa rokok, beras kapuroto, beras putih, dupa, lilin. Kemudian beberapa gelas berisi minuman kopi hitam, gula Jawa, santan, dan bunga mawar dalam air putih.
Adapun kaum laki-laki dewasanya memikul lanyakan (berisi lauk-pauk), dan bucu robyong berisi nasi putih yang dihias dengan kerupuk, peyek teri, tahu, tempe, tomat, cabai, serta irisan telur dadar.
Kaur Kesra Desa Giyono, Soliqin, mengatakan, ritual sudah dimulai sejak malam satu sura dengan pementasan wayang kulit dengan lakon Mbangun Tambak oleh Ki Dalang Wisnu dari Yogyakarta.
Pentas wayang pun dilakukan lagi pada tanggal 1 Sura dengan dalang Ki Sudarno mengambil lakon Tambak Situbondo yang diambil dari epos Ramayana, terkait pembangunan Sendang Ayu Mbunggede.
Kepala Desa Giyono, Gimin Sutrisno, menjelaskan merdi desa bermakna bersih-bersih, baik lingkungan maupun bersih diri lahir maupun batin bagi setiap individu warga.
"Kalau tumpeng, maupun gunungan itu sebagai wujud syukur atas kemakmuran pertanian yang telah di anugerahkan Tuhan dengan sumber mata air Sendang Ayu Mbunggede sebagai penopangnya,"ujarnya.
Tampak elok memang menyaksikan barisan rombongan manusia berpakaian adat Jawa ini. Kemeriahan semakin tampak, saat warga sampai di lokasi Sendang Ayu Mbunggede. Mereka disambut para among tamu dan semuanya bersalaman satu persatu.
Pembacaan doa-doa pun kemudian dimulai dilanjutkan ritual lainnya, berupa pementasan kuda lumping kelompok Turonggo Bekso, pementasan singkat wayang kulit Tambak Situbondo. Lalu ritual pelepasan ayam putih ke dalam sendang, sebagai perlambang bahwa manusia itu harus membuang sifat serakah.
Puncak acara diakhiri dengan kembul bujana, dan pembagian hasil bumi kepada masyarakat. Hasil bumi itu dipercaya jika digunakan sebagai benih akan menghasilkan tanaman berkualitas.
Satu persatu warga juga membersihkan bagian tubuhnya di pancuran Sendang Ayu Mbunggede. Mereka membasuh bagian kening dengan maksud agar selalu wening atau dapat berpikir jernih. Membasuh telinga supaya mau mendengar nasehat, dan membasuh bagian tengkuk dalam bahasa Jawa untuk ngilo githok supaya selalu bisa introspeksi diri.
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi