"Perpaduan Tiga Budaya Eropa, Hindu dan Jawa."
Sejarah berdirinya Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran tidak bisa dilepaskan dari Smutzer bersaudara (Joseph dan Julius) dan JYH Van Oyen. Smutzer bersaudara sebagai pemrakarsa dan JYH Van Oyen sebagai arsitek gereja tersebut. Tahun 1924 adalah awal mulai dibangunnya komplek gereja Ganjuran, ketika dua bersaudara keturunan Belanda tersebut mengelola Pabrik Gula Gondang Lipuro pada tahun 1912. Selain membangun gereja Ganjuran, Smutzer bersaudara juga melakukan pembangunan 12 sekolah dan sebuah klinik yang menjadi tonggak berdirinya Rumah Sakit Panti Rapih. Pembangunan gereja yang dirancang oleh arsitek Belanda JYH Van Oyen didasarkan pada semangat nilai-nilai sosial gereja (Rerum Navarum) yaitu semangat mengkasihi sesama, khususnya untuk kesejahteraan masyarakat setempat yang mayoritas menjadi karyawan di Pabrik Gula Gondang Lipuro yang mencapai masa keemasan pada tahun 1918 - 1930. Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran berada di desa Ganjuran, kecamatan Bambanglipuro Bantul. Berjarak kurang lebih 20 km dari pusat kota Yogyakarta. Ciri khas dari desa Ganjuran ini terletak pada pemandangan sawah dan pohon cemara yang beriringan seakan-akan menyambut kedatangan kita memasuki Desa Ganjuran.
Komplek Gereja Ganjuran ini dirancang dengan perpaduan budaya Eropa, Hindu dan Jawa. Arsitektur gaya Eropa dapat ditemui pada bentuk bangunan yang berupa salib bila dilihat dari udara. Arsitektur gaya Jawa diwakilkan pada bentuk atap yang berbentuk tajug (bertingkat). Empat tiang kayu jati difungsikan sebagai penyokong atap yang berbentuk tajug ini. Keempat tiang kayu ini melambangkan empat penulis Injil yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Nuansa Jawa di bangunan kompek gereja Ganjuran ini terlihat pada Altar, Sancristi (tempat menyimpan perlatan misa), doopvont (tempat air untus pembaptisan) serta chatevummenen (tempat katekis). Patung Yesus dan Bunda Maria dikenakan pakaian Jawa. Pada tahun 1927 perkembangan kompleks gereja ditandai dengan pembangunan candi yang dinamai Candi Hati Kudus Yesus. Candi yang berhias relief bunga teratai dan patung Kristus dengan pakai Jawa dipilih sebagai tempat melaksanakan misa dan ziarah.
Dalam perkembangannya, kompleks gereja ini disempurnakan dengan pembangunan candi yang dinamai Candi Hati Kudus Yesus pada tahun 1927. Candi dengan teras berhias relief bunga teratai dan patung Kristus dengan pakaian Jawa itu kemudian menjadi pilihan lain tempat melaksanakan misa dan ziarah, selain di dalam gereja, yang menawarkan kedekatan dengan budaya Jawa. Demikian pula relief-relief pada tiap pemberhentian jalan salib, Yesus digambarkan memiliki rambut mirip seorang pendeta Hindu.
Menurut cerita dalam Babad Tanah Jawi, Ganjuran adalah sebuah wilayah Alas Mentaok yang dinamai Lipuro. Desa Lipuro sempat menjadi petilasan Panembahan Senopati untuk bertapa dan merencanakan menjadi pusat kerajaam Mataram namun batal. Kemudian desa Lipuro berubah nama menjadi Ganjuran berkaitan erat dengan kisah percintaan Ki Ageng Mangir dan Roro Pembayun yang diasingkan oleh Mataram. Kisah cinta dua orang tersebut yang kemudian mengilhami penciptaan tembang Kala Ganjur, berarti tali pengikat dasar manusia dalam mengarungi kehidupan bersama dengan dasar cinta. Nah, dari nama tembang tersebutlah desa yang dulu bernama Lipuro itu berubah menjadi Ganjuran. (Foto oleh Rini Martadi dan Teks oleh Aan Ardian/www.kotajogja.com)
Komplek Gereja Ganjuran ini dirancang dengan perpaduan budaya Eropa, Hindu dan Jawa. Arsitektur gaya Eropa dapat ditemui pada bentuk bangunan yang berupa salib bila dilihat dari udara. Arsitektur gaya Jawa diwakilkan pada bentuk atap yang berbentuk tajug (bertingkat). Empat tiang kayu jati difungsikan sebagai penyokong atap yang berbentuk tajug ini. Keempat tiang kayu ini melambangkan empat penulis Injil yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Nuansa Jawa di bangunan kompek gereja Ganjuran ini terlihat pada Altar, Sancristi (tempat menyimpan perlatan misa), doopvont (tempat air untus pembaptisan) serta chatevummenen (tempat katekis). Patung Yesus dan Bunda Maria dikenakan pakaian Jawa. Pada tahun 1927 perkembangan kompleks gereja ditandai dengan pembangunan candi yang dinamai Candi Hati Kudus Yesus. Candi yang berhias relief bunga teratai dan patung Kristus dengan pakai Jawa dipilih sebagai tempat melaksanakan misa dan ziarah.
Dalam perkembangannya, kompleks gereja ini disempurnakan dengan pembangunan candi yang dinamai Candi Hati Kudus Yesus pada tahun 1927. Candi dengan teras berhias relief bunga teratai dan patung Kristus dengan pakaian Jawa itu kemudian menjadi pilihan lain tempat melaksanakan misa dan ziarah, selain di dalam gereja, yang menawarkan kedekatan dengan budaya Jawa. Demikian pula relief-relief pada tiap pemberhentian jalan salib, Yesus digambarkan memiliki rambut mirip seorang pendeta Hindu.
Menurut cerita dalam Babad Tanah Jawi, Ganjuran adalah sebuah wilayah Alas Mentaok yang dinamai Lipuro. Desa Lipuro sempat menjadi petilasan Panembahan Senopati untuk bertapa dan merencanakan menjadi pusat kerajaam Mataram namun batal. Kemudian desa Lipuro berubah nama menjadi Ganjuran berkaitan erat dengan kisah percintaan Ki Ageng Mangir dan Roro Pembayun yang diasingkan oleh Mataram. Kisah cinta dua orang tersebut yang kemudian mengilhami penciptaan tembang Kala Ganjur, berarti tali pengikat dasar manusia dalam mengarungi kehidupan bersama dengan dasar cinta. Nah, dari nama tembang tersebutlah desa yang dulu bernama Lipuro itu berubah menjadi Ganjuran. (Foto oleh Rini Martadi dan Teks oleh Aan Ardian/www.kotajogja.com)
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi