CUBLAK-CUBLAK SUWENG, SEBUAH AJARAN MAKNA KEHIDUPAN DALAM BENTUK DOLANAN
Oleh: Laila Tri Lestari S.Pd
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Segerombolan anak kecil memindahkan biji atau batu
kecil dari telapak yang satu ke telapak yang lain. Hal itu dilakukan di atas
punggung temannya yang posisinya tengkurap. Jadi punggung temannya itu
dijadikan meja permainan. Sambil bermain mereka menyanyikan lagu Cublak-cublak
Suweng.
cublak suweng suwengira,
sigelenter mambu ketundhung mundhing,
empak empong lira-liru,
iyeku swasananta,
mlebu metu ingaran lira-liru,
ing suwung kang mengku ana,
mungguh sajroning ngaurip
(Sunan Kalijaga)
Setelah lagu itu selesai, batu yang diputarkan
sudah berada di salah satu tangan seorang anak. Temannya yang tengkurap
kemudian menebak kira-kira siapa yang memegang batu itu. Jika tebakannya benar,
maka posisinya tengkurap digantikan oleh temannya yang telah ditebak tersebut.
Hidup dan nafas tidak dapat
dipisahkan. Lukisan nafas bisa dirunut dari pengertian kata Cublak yang artinya
wadah, suwenge berasal dari kata suwung (ruang yang berudara tapi sepi/ sunyi),
sigelenter maksudnya jalan terus tiada henti, mundhing yaitu kerbau atau gudel
(anak kerbau). Kalau diartikan semuanya adalah manusia hidup mesti ada nafas
yang keluar masuk karena manusia itu bodoh seperti kerbau, karena tidak dapat
melihat semua tadi padahal sudah jelas ada, ada yang tidak kelihatan atau tampak.
Padahal nafas itu ada di dalam tubuh manusia. Keluar masuk tadi sebenarnya
sudah biasa, tetapi manusia tidak sadar atau memahami yang sebenarnya ada yang
mengatur nafas tadi, yaitu Allah Yang Maha Melihat. Disitulah di bulan puasa
itu manusia diminta dan disuruh untuk sadar terhadap asal usul sehingga
menambah bekal ibadah kepada Allah. Oleh karena itu manusia didalam menghadapai
kehidupan ini harus dapat memegang hakekat hidup, hidup tidak harus
senang-senang saja, hidup itu harus dijalani dengan rasa senang. Jangan suka
berlebihan, nanti akan menimbulkan lupa diri. Yang lebih baik memahami asal
usul kejadian, manusia akan mendapatkan kesadaran yang lebih kalau hidup itu
harus dijalani dengan ibadah.
Kemajuan teknologi di zaman modern ini
telah mengubah perilaku masyarakat terutama anak-anak. Permainan tradisional
yang dulu sering kita jumpai di setiap sudut kampung kini tak ada lagi. Sebagai
gantinya anak-anak sudah dimanjakan dengan permainan modern. Padahal dolanan
dan permainan anak tradisional memiliki filosofi tinggi dan bermanfaat bagi
perkembangan sekaligus pertumbuhan anak. Ada beberapa hal menarik dari sejumlah
dolanan anak. Permainan anak selalu melahirkan suasana suka cita. Di dalam
permainan ini jiwa anak akan terlihat secara penuh. Suasana suka cita yang
dibangun akan melahirkan dan menghasilkan kebersamaan yang tidak dimiliki
permainan modern. Inilah benih guyub rukun yang akan tumbuh di masyarakat. Jika
saat ini dolanan anak sudah mulai menghilang tetapi kita masih dapat menemukan
dokumen-dokumennya. Di dalam dokumen itu kita bisa melihat bagaimana
adiluhungnya permainan tradisional di kala itu. Baik dolanan yang menggunakan
alat maupun dolanan anak tanpa alat. Semua masih tersimpan lengkap di Museum
Sonobudoyo Yogyakarta.
Menurut staf Tata Usaha Museum
Sonobudoyo, Kirdiono, di dalam perpustakaan museum masih tersimpan dokumen
dolanan anak. Tak kurang dari puluhan koleksi dokumen dolanan anak, baik
tentang jenis, alat yang digunakan hingga filosofinya. Namun sayangnya akibat
gempa bumi 27 Mei 2006 bangunan perpustakaan mengalami kerusakan. Hingga saat
ini bangunan perpustakaan yang berada di belakang museum masih sedang
diperbaiki yang diperkirakan akan selesai Januari. ”Karena masih direhab untuk
sementara perpustakaan ditutup. Mungkin akan dibuka kembali Januari 2008,”
jelasnya kepada KR. Selain koleksi dokumen dolanan anak di museum tersebut juga
pernah diselenggarakan pameran dolanan anak se-Jawa pada tahun 1983. Semua
dolanan anak dipamerkan dalam event itu. Anak-anak juga memperagakan sejumlah
dolanan anak dihadapan para pengunjung. Dikisahkannya, sebelum otonomi daerah
Museum Sonobudoyo ini berada di bawah koordinasi pemerintah pusat. Namun
setelah otonomi daerah diambil alih oleh Pemprop DIY. Ketika masih dipegang
oleh pusat, museum ini menjadi salah satu dari 3 museum besar di Jawa. Suatu
kehormatan bagi Museum Sonobudoyo menjadi tuan rumah penyelenggaraan kegiatan
itu.
Selain dokumen tentang dolanan anak
koleksi sejumlah permainan untuk anak juga tersimpan di sini, antara lain alat
permainan anak dakon dan wayang. Saat KR mengunjungi museum itu sejumlah
mahasiswa dari Universitas Jendral Soedirman Purwokerto tengah asyik mengamati
dakon. Ingatan mereka melayang ke masa kecil mengenang permainan tradisional
ini. Dakon merupakan salah satu dolanan anak yang menggunakan alat, seperti
halnya egrang, bekel, benthik, gangsing dll. Sementara yang tidak menggunakan
alat masih banyak lagi, antara lain jamuran, jethungan, cublak-cublak suweng
dan lain-lain. Semua permainan ini sangat lekat di hati anak-anak kala itu
ketika teknologi belum merambah. Setiap dolanan anak memiliki makna tersendiri.
Mungkin orang tidak akan pernah tahu apa hubungan antara dakon dengan
kecermatan melihat. Dengan menggunakan biji sawo (kecik) kita baru menyadari
kecermatan itu sangat diperlukan untuk mengisi lubang-lubang kayu.
©Artikel ini mungkin dilindungi hak cipta dari sang penulis, untuk copy paste silahkan sertakan Nama Penulis atau menyertakan tautan dari blog ini http://mengenalbudayajawa.blogspot.com/2012/11/cublak-cublaksuweng.html
Untuk mengirimkan artikel baru silahkan klik DISINI.
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi