Basiyo adalah pelawak dari Yogyakarta. Dalam penjelasan Sunardian Wirodono, pelawak Basiyo mampu melintasi batas ruang dan waktu.
Meski mungkin bagi sebagian besar Indonesia tidak mengetahui siapa itu Basiyo, namun mereka yang berlatar Jawa (Mataram) relatif mengenalnya. Tidak peduli orangtua, orang muda, orang kota, orang desa, orang berpendidikan dan tidak.
Basiyo dipercaya meninggal dalam usia 70-an yakni pada tahun 1984.
Jadi, kira-kira, beliau kelahiran 1910-an. Basiyo terkenal dengan lawakan yang banyak orang mengistilahkan dengan “Dagelan Mataram”.
Dagelan Mataram (Yogyakarta) adalah jenis lawakan yang kemudian dipakai oleh Ibu Sri Mulat,
untuk pergelaran kelilingnya (1940-an) yang kemudian dijadikan maskot pertunjukannya yang
kemudian dikenal bernama Srimulat (Surabaya).
Karena itu, pemain Srimulat pada awal-awalnya adalah pelawak dari Yogyakarta. Dialog dalam lawakan Dagelan Mataram menggunakan Bahasa Jawa sebagaimana yang kemudian juga dipakai oleh Basiyo.
Sebagian “sparing partner” dalam lawakannya di antaranya:
Darsono,
Hardjo Gepeng,
Suparmi,
dan Sugiyem,
istrinya sendiri serta teman – temannya yang lain.
Kebanyakan, mereka adalah karyawan RRI Nusantara II Yogyakarta, sebagaimana kebanyakan dari mereka ditampung oleh Pemerintah waktu itu.
Di antara karya – karya Basiyo misalnya:
Basiyo mBecak, Degan Wasiat, Kapusan, Kibir Kejungkir, Maling Kontrang-kantring, Gathutkaca Gandrung, Besanan, dan masih beberapa lagi lainnya, semuanya mencapai lebih dari 100-an judul.
Ia bukan hanya pelawak melainkan juga berhasil mempopulerkan jenis gending “Pangkur Jenggleng”, yakni, cara menyanyi (nembang) Jawa yang bisa diselingi dengan lawakan, tanpa kehilangan irama (tone) dari tembang yang sedang dibawakan.
Cara memukul gamelan pun, tidak lazim, karena lebih mengandalkan kendhang sebagai “dirigen” untuk akhirnya pada ketukan (birama) terakhir dipakai sebagai waktu untuk
memukul semua alat musik perkusi (terutama saron) sekeras-kerasnya.
Meski menggunakan bahasa Jawa dan “produk lama”, nama Basiyo muncul kembali.
Banyak anak muda (umumnya pekerja kreatif dari Yogyakarta yang bekerja di Jakarta),
adalan penggemar Basiyo.
Mereka bahkan mengubah audio kaset ke MP3 dan menyebarluaskannya lewat internet.
Menurut anak-anak muda itu (tentu saja yang paham bahasa Jawa), lawakan Basiyo jauh lebih bermutu,lebih cerdas, dibandingkan lawakan pelawak-pelawak yang sering muncul di layar kaca televisi sekarang ini.
Dalam masa jayanya, Basiyo acap berkolaborasi dengan nama-nama seniman kondang pada dunia dan masanya, seperti Bagong Kussudiardjo, Ki Narto Sabdo, Nyi Tjondrolukito. Beberapa pengagumnya, seperti budayawan Umar Kayam, pelukis Affandi, sastrawan Arswendo Atmowiloto, memuja Basiyo sebagai pelawak yang cerdas, memiliki daya spontanitas dan nalar yang jernih.
Hasil karya Basiyo pada umumnya diterbitkan oleh perusahaan rekaman Fajar Borobudur Record, ada juga Irma (atau Ira?) kesemuanya di Semarang, meski ada juga yang direkam oleh Lokananta (Sala). Informasi mengenai perusahaan rekaman ini masih belum didapatkan.
Download Dadung Kepuntir... :)
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Basiyo
Dagelan Basiyo : Dadung Kepuntir
Semoga artikel Dagelan Basiyo : Dadung Kepuntir bisa menambah wawasan bagi sobat mbudayajawa yang mampir kesini, kalau sobat mbudaya jawa mempunyai cerita tentang tradisi, kesenian, budaya yang terdapat di daerah sobat mbudayajawa bisa langsung di kirimkan ke mengenalbudayajawa@gmail.com
Jangan lupa klik tombol di bawah ini untuk share ke teman-teman dan bersama kita lestarikan budaya kita sendiri agar tidak hilang oleh jaman.
Posting Komentar
Posting Komentar
- Tuangkan saran maupun kritik dan jangan meninggalkan Spam.
- Berkomentarlah dengan bijak sesuai dengan konten yang tersedia.
- Tidak Boleh Promosi