-->

Ads 720 x 90

Wayang Sawah Meriahkan Tradisi Wiwitan Dobangsan

Tradisi wiwitan di Bulak Dobangsan, Giripeni, Wates mengangkat Wayang Sawah dengan dalang Ki Sugono, Selasa (9/6/2015).

Mengusung tema "Tombo Ora Adoh Soko Memolo", tradisi tahunan ini sekaligus menjadi sarana pemahaman bahwa keberhasilan para petani tidak lepas dari keseimbangan agro-ekosistem.
Ki Sugono memainkan Wayang Sawah bercerita keseharian yang lekat dengan kehidupan para petani.

Di hadapan warga dalam balutan pakaian peranakan berupa surjan dan blangkonnya, Ki Sugono dengan luwes menampilkan wayang berbentuk binatang sawah.
Mulai dari macam-macam hama tanaman, tikus, serangga, kemudian disusul sejumlah hewan predator seperti ular, laba-laba, dan burung hantu Tito Alba.
Di bagian berikutnya, Ki Sugono menampilkan beberapa sosok petani desa yang sedang berbincang-bincang masalah hama dan penanganannya.
"Semua itu bagian dari keseimbangan agro-ekosistem. Kalau menemukan kemonggo (semacam laba-laba), ular dan burung hantu (Tito Alba) biarkan karena itu akan mematikan hama tanaman," kata Ki Sugono yang mendalang dalam Bahasa Jawa di area persawahan Bulak Dobangsan.
Cara mendalang Ki Sugono tampak interaktif. Selain sejumlah warga beberapa kali ikut menyeletuk, pengamat hama dari Dinas Pertanian Kulonprogo, Sapto, juga menimpali dengan penjelasannya seputar hama dan penanganannya.

Menjawab pertanyaan Ki Dalang yang disampaikan melalui tokoh-tokoh wayangnya, Sapto mengatakan semua hewan sawah pembasmi hama itu akan bertahan hidup jika para petani menggunakan pupuk organik.
"Dengan pertanian sistem alami maka binatang organik ada dan sekaligus menjadi makanan kemonggo (laba-laba)," ujarnya. Selain itu, sistem pupuk organik menyehatkan tanah.
Wayang Sawah yang ditampilkan berdasarkan ide Sekretaris Kelompok Tani Martani, Untung Suharjo, ini tampak gayeng dan menarik bagi warga yang 75 persen petani.
Untung sengaja menyisipkan pesan-pesan penyuluh melalui Wayang Sawah agar mudah diterima para petani.

"Petani akrab dengan masalah hama. Petani juga suka wayang. Media wayang cocok dan petani mudah memahaminya," ujar Untung yang juga sebagai ketua panitia tradisi wiwitan ini.
Menurutnya, lakon "Tombo Ora Adoh Soko Memolo" berarti bahwa adanya penyakit atau hama tanaman pasti disertai obat di sekitarnya.
Cara bertani dengan sistem organik dipastikan membuat keseimbangan yang mendorong hasil panen melimpah.
"Terbukti hasil panen saat ini stabil. Ada 42 hektare sawah dan hasilnya 8,23 ton per hektare," katanya.

Dalam tradisi wiwitan itu, warga juga melakukan kirab hasil bumi berupa tumpeng, sayur-mayur dan buah. Di tengah jalannya kirab, rombongan berhenti dan melakukan panen secara simbolis.
Seorang tetua desa mengawalinya dengan doa syukur atas melimpahnya hasil panen.
Kepala Dinas Pertanian Kulonprogo, Bambang Tri Budi, mengatakan hasil panen tidak merosot berarti bisa dikatakan berhasil.
Menurutnya, hal itu karena petani di Bulak Dobangsan sudah menggunakan pestisida hayati sejak lima tahun lalu.
Semoga artikel Wayang Sawah Meriahkan Tradisi Wiwitan Dobangsan bisa menambah wawasan bagi sobat mbudayajawa yang mampir kesini, kalau sobat mbudaya jawa mempunyai cerita tentang tradisi, kesenian, budaya yang terdapat di daerah sobat mbudayajawa bisa langsung di kirimkan ke mengenalbudayajawa@gmail.com

Jangan lupa klik tombol di bawah ini untuk share ke teman-teman dan bersama kita lestarikan budaya kita sendiri agar tidak hilang oleh jaman.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter