-->

Ads 720 x 90

Kebangkitan Seni di Lereng Merapi


01.jpg
Bambang Sukrasana adalah raksasa kerdil, berwajah buruk dan menakutkan namun memiliki kesaktian yang luar biasa, juga berhati mulia. Sukrasana memiliki kakak bernama Bambang Sumantri yang memiliki kemampuan biasa namun berwajah sangat tampan. Sejak kecil ia dan Sumantri hidup rukun dan saling menyayangi meskipun wujud mereka sangat berbeda jauh.

Suatu saat Sukrasana yang sangat mencintai kakaknya rela mati dibunuh Sumantri justru setelah memenuhi keinginan kakaknya memindahkan taman Sriwedari ke Maespati.  Sebelum menemui ajalnya, Sukrasana bersumpah akan hidup bersama-sama lagi dengan Sumantri dalam Nirwana.


---------

Dalam dingin yang menyengat di lereng barat gunung Merapi, tampak rombongan dari dusun Sumber berjalan cepat menyusuri bulak - jalan bersisikan sawah yang membatasi  desa - tanpa suara. Cahaya obor yang mereka bawa memecah kegelapan malam,  hingga sampailah di padepokan Cipta Budaya di dusun Tutup Ngisor, yang berjarak sekitar 1 kilometer dari dusun Sumber. Dengan cekatan mereka mengambil dua buah arca besar berwujud sosok Sukrasana yang memang sudah disiapkan. Arca Sukrasana tersebut dipahat dari batu gunung Merapi oleh seorang warga padepokan tersebut. 
02.jpg
Setelah persiapan selesai, tetap dalam hening mereka bergerak perlahan, membawa kedua patung tersebut ke dusun mereka. Sesampai di mulut desa, salah seorang pimpinan rombongan mulai menembangkan beberapa nyanyian hingga sampai di tempat tujuan. Kedua patung Sukrasana tersebut diletakkan di kiri kanan pintu masuk sanggar dan segera dimulai proses upacara yang disebut Jamasan.
Di pendopo sanggar telah terhidang nasi tumpeng dan berbagai lauk pauk. Seorang tetua memimpin doa kepada Sang Pencipta, memohon keselamatan dan kelancaran segala aktifitas sanggar dan penghuninya. Berikutnya, nasi tumpeng disantap bersama oleh semua peserta. Pada saat yang sama, patung Sukrasana dibalut dengan kain mori, yaitu kain katun putih polos, dilanjutkan dengan pemotongan rambut pengelola sanggar.
04.jpg 
Keesokan harinya, tepat pukul 6 pagi saat matahari mulai menampakkan diri dari balik gunung Merapi, upacara Jamasan dilanjutkan. Patung Sukrasana dimandikan dengan air kembang, air yang diambil dari tujuh sumber dari tujuh lokasi yang berbeda. Selanjutnya dilakukan proses mengguyur pengelola sanggar dengan air yang sama. Makna yang terkandung dari proses Jamasan ini adalah memandikan, atau membersihkan dari segala sesuatu yang bersifat negatif hingga menjadi bersih dan suci kembali dan bisa melakukan segala sesuatu menjadi lebih baik lagi.
Setelah upacara Jamasan selesai, dilanjutkan dengan acara 6 jam menari yang dilakukan oleh beberapa anggota sanggar tersebut. Mereka menari tidak hanya di pendopo dan halaman, namun juga di jalan, di sawah bahkan di atas genting, karena hakikat dari menari adalah bergerak dengan hati. Kegiatan ini dilakukan tanpa henti selama enam jam. Kegembiraan belum berhenti, karena masyarakat masih disuguhi tarian tradisi berupa Jathilan dan tari Campur, yaitu kesenian hasil inovasi masyarakat dusun Sumber. Malam harinya diselenggarakan pementasan wayang kulit yang dimainkan oleh dalang muda, dari Padepokan Cipta Budaya.
06.jpg 
Peristiwa di atas adalah salah satu dramatisasi atau sebuah ekspresi berkesenian dalam peresmian sanggar seni Bangun Budaya di dusun Sumber, kecamatan Dukun, kabupaten Magelang Jawa Tengah. Kegiatan ini didukung oleh komunitas Rumah Pelangi, salah satu komunitas yang concern terhadap budaya dan seni tradisi di sekitar kawasan Merapi dan mulai menularkan kegiatan serupa di berbagai kawasan lereng beberapa gunung di Jawa Tengah.

Berkaca dari sosok Sukrasana yang buruk rupa namun mempunyai kesetiaan yang tak terkira. Lereng gunung yang jauh dari pusat keramaian kota tidak membuat masyarakatnya lepas dari kecintaan terhadap berkesenian. Terbukti Komunitas Bangun Budaya di dusun Sumber di kaki gunung Merapi mampu berusaha dan secara serius membangun sanggar berbentuk joglo yang apik dan kokoh. Seorang warga dengan rela mewakafkan tanah untuk didirikan sanggar tersebut dan didukung oleh masyarakat sekitar yang saling bergotong royong  mewujudkan cinta mereka pada kesenian. Seni telah bangkit dan selalu hidup di lereng Merapi. Salam Kratonpedia. 
03.jpg 
Nasi tumpeng dengan lauk sederhana, didoakan dan dimakan bersama
05.jpg
Jamas, membersihkan diri sehingga mampu melakukan hal-hal lebih baik lagi
08.jpg
Mengenalkan seni tradisi sejak usia dini
10.jpg
Menggunakan sumber daya yang ada di desa, tidak berarti tata artistik menjadi seadanya
(teks dan foto : Aan Prihandaya/Kratonpedia)

Semoga artikel Kebangkitan Seni di Lereng Merapi bisa menambah wawasan bagi sobat mbudayajawa yang mampir kesini, kalau sobat mbudaya jawa mempunyai cerita tentang tradisi, kesenian, budaya yang terdapat di daerah sobat mbudayajawa bisa langsung di kirimkan ke mengenalbudayajawa@gmail.com

Jangan lupa klik tombol di bawah ini untuk share ke teman-teman dan bersama kita lestarikan budaya kita sendiri agar tidak hilang oleh jaman.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter